Nikmatnya Mama

Sebelumnya perkenalkan nama aku andra. Aku tinggal bersama kedua orang tua aku di kota x.ayah berkerja sebagai seorang supir truck yang jarang pulang.dalam satu bulan,ayah paling banyak pulang ke rumah sebanyak 2 kali.sedangkan mama adalah ibu rumah tangga.umur mama sekitar 40 tahun.tetapi mama masih mempunyai bodi yang sintal dan pantat yang montok.aku adalah anak tunggal dari perkawinan mereka.kalau ayah lagi pergi ke luar kota,hanya aku dan mama yang tinggal di rumah.

Suatu pagi hari sewaktu ayah pergi keluar kota,mama sedang di dapur lagi menyiapkan sarapan untuk aku sebelum berangkat ke sekolah.perlu pembaca ketahui,aku adalah pelajar sma kelas dua.mama saat itu masih menggunakan gaun tidur yang tipis berwarna putih.saat menyiapkan sarapanku di dapur,ku tak sengaja memperhatikan mama yang lagi membelakangiku.terlihat oleh ku mama tidak menggunakan BH Tetapi masih menggunakan celana dalam berwarna hitam.tampak jelas dari belakang pantat mama yang terlihat montok.ini karena mama menggunakan gaun tidur yang tipis..tak terpikirkan oleh ku sebelumnya untuk bersetubuh dengan mama.pikiran ini timbul karena pemandangan yang indah tadi..he..he…

Lalu mama mendatangi ku e meja makan sambil membawakan sarapan untuk ku..lama ku perhatikan tetek mama di balik daster tipis itu..mungkin karena terlalu asik memperhatikan dadanya,aku tak sadar mama memperhatikan mataku..lalu mama berkata”kenapa sayang..?apa yang kamu lihat?kamu ga suka ya kalo mama ga pake bh?mlm tadi mama tidurnya kepanasan,jadi mama buka aja bh nya..”ga kok ma,andra suka kok liat mama ga pake bh, keliatan seksi banget..”ucapku..apalagi kalo andra boleh pegang tetek mama,pasti andra seneng banget ma..”hus,kamu kan udah gede,gak boleh lagi pegang tetek mama..udah mulai nakal ya..?udah ah,mama mau mandi dulu,ucapnya..”kata mama pura pura marah,tapi aku tau koq mama cuma main-main..otak kotorku sudah bermain,bagaimanapun caranya,aku hari ini harus dapat ngentotin mama..udah ga tahan nih.mumpung ayah belum pulang.bila perlu gak usah sekolah hari ini..

Setelah menghabiskan sarapan,aku pura pura sakit perut..”aduh ma..perut andra kok sakit ya ma?mama sih masak mari gorengnya ke ke pedasan..”ujarku..mama yang lagi mandi tergesa gesa menghampiriku,mungkin karena tergesa nya,mama hanya melilit kan handuk di atas tetek sampai di atas lututnya.”kenapa sayang..?perut kamu sakit ya?maaf in mama ya?mungkin mama maraknya terlalu pedas.ya udah, kamu ga usah ke sekolah dulu hari ini.”ujar mama..”yes,rencana awal ku berhasil kataku dalam hati.. Lalu mama membawaku ke kamarku,setelah merebahkan ku di tempat tidur,mama duduk di pinggir kasur sambil berkata..”mama lanjutin mandi lagi ya sayang?mamakan belum selesai mandinya tadi..”ga mau ma..mama di sini aja temen in andra.andra kan mau salin baju sekolah ga bisa sendiri.kan andra lagi sakit perut..”kataku..iya deh..biar mama yang ganti baju andra..kata mama..”mama tutup pintu kamar dulu ya sayang,ntar ada tamu,malu kan?”setelah itu mama berdiri dan menutup pintu kamar..”mama buka aja handuk nya dong..kan ga ada yang liat,cuma ada andra koq..masa mama malu sama anak sendiri?”pintaku..mama cuma tersenyum,lalu mama membuka handuk nya dan melemparkan handuk nya di atas kasur.sekarang mama sudah bugil di depanku.tetek mama ternyata besar dan masih kelihatan kencang..lalu memek mama di hiasi dengan bulu lembut yang rapi.mungkin mama pandai merawatnya..lalu mama mendekatiku sambil berkata”emang andra ga malu liat mama telanjang kayak gini?”andra senang kog liatnya..mama kayak bidadari kalo lagi bugil seperti ini,kataku..”eh,udah pandai merayu ya..?”canda mamaku..lalu mama membuka kancing bajuku satu persatu..setelah bajuku di buka,mama membuka celana ku pelan pelan,hinga menyisakan cd ku yang di dalamnya sudah ada daging yang mengeras..”eh..apa ini sayang..?”kata mama sambil tersenyum melihat cd ku yang sudah menonjol karena kontol ku sudah mengeras..

“Biar mama urut aja perut kamu,agar ga sakit lagi-kata mama..lalu mama memintaku merebahkan badan di kasur,agar mama lebih leluasa untk mengurut perut ku.terlihat di hadapanku tetek mama menggantung dengan indahnya sewaktu mama menggosokan tangannya ke perut ku..sambil jongkok,mama memijit dan ku lihat memek mama menganga menghadap ke bawah berwarna kemerah merahan..tak lama tangan mama sudah berada di bawah pusar ku..”ma..buka aja cd nya ma..biar enak e urutnya..”ujarku..pelan pelan mama membuka cd ku..dan berkata..kontol mu besar banget sayang?punya ayah mu aja gak sebesar ini..”lalu tiba tiba ku rasakan kontol ku terasa hangat dan basah.setelah ku lihat,ternyata mama memasukkan kontol ku ke mulut nya..”mmmfffhh…enak banget ngemut kontol kamu andraaa…ssshhh..”

Lalu mama menjilat ujung kontol ku sambil mengocok ngocok dengan buas..”ini kan yang kamu mau dari mama sayang..?mama tau kamu pengen ngentot mama kan..?mama akan memberikannya untuk kamu sayang.-asal jangan bilang sama ayah ya..?mama udah ga tahan di tinggalin terus sama ayah kamu..aaaaaahhh..sssrlpp..”(bersambung)

Mamiku

Aku Iwan, masih kelas 3 di salah satu SMU di Jakarta Selatan dan tinggal bersama Papa dan Mami serta adikku Ita yang sekolahnya sama dengan sekolahku, hanya Ita masih duduk di kelas 1 dan masuk siang, sedangkan semua kelas 3 kebagian masuk pagi. Di rumahku juga ada seorang pembantu yang agak tua. Perlu diketahui, Mama kandungku telah meninggal beberapa tahun yang lalu akibat sakit, dan Papaku mengawini adiknya Mama kira-kira setahun yang lalu. Aku serta Ita memanggilnya Mami yang sebelumnya memang sudah kami kenal dengan baik. Habis dia kan tanteku juga.

Mami ini dicerai oleh suaminya, dengar-dengar sih katanya karena sudah kawin 4 tahun tapi belum punya anak. Nah, mungkin Papa merasa sudah duda serta tanteku sudah janda dan apalagi mereka sudah kenal baik sebelumnya, jadilah mereka kawin.

Nah, ceritaku ini terjadi kira-kira 3 minggu yang lalu di siang hari ketika aku pulang dari sekolah. Setelah ganti dengan celana pendek dan kaos singlet saja, aku langsung makan yang telah disediakan oleh Pembantu. Setelah selesai makan, aku bermaksud ke ruang tamu mau mendengerkan lagu-lagu dari Laser Disc. Tetapi sewaktu melewati kamar Papa dan Mami yang pintunya agak terbuka sedikit, kudengar suara-suara yang agak aneh dan berisik. Karena ingin tahu suara apa itu, kuhentikan langkahku dan kuintip dari pintu kamar Papa dan Mami yang agak terbuka sedikit tadi. Ternyata Mami sedang duduk membelakangiku dan sedang melihat TV.

Setelah keperhatikan lebih cermat, ternyata Mami sedang nonton film blue dari Laser Disc. Dan kuperhatikan lagi, tangan kiri Mami bergerak maju mundur di sekitar bagian pahanya. Mamiku ini walau sudah agak berumur kira-kira 37 tahun, tapi aku sangat bangga, karena banyak mata yang mengaguminya kalau kami sedang jalan-jalan di Mall, mungkin karena Mami agak seksi dan warna kulitnya yang putih bersih serta bentuk dada yang menonjol serasi. Itu komentar yang pernah kudengar dari beberapa orang temannya Mami.

Mami yang sedang nonton TV itu mengenakan baju atau daster merah muda tipis dan sangat minim, habis sih pahanya hampir kelihatan semua, bulu ketiaknya yang lebat kelihatan juga. Sayangnya Mami menghadap ke depan, sehingga yang terlihat hanya punggungnya yang putih bersih. Karena selama ini aku belum pernah melihat film seperti itu, lalu kuputuskan untuk melihatnya terus dari celah pintu itu dan melihat adegan demi adegan. Batang penisku tidak terasa menjadi tegang sekali.

Saking asyiknya nonton sambil berdiri, ditambah nafsuku makin meninggi, tidak terasa berdiriku menjadi tidak tenang dan dengkulku menyenggol pintu kamar Mami dengan keras. Tapi dengan cepat aku mundur menjauhi pintu.
“Iwaan.., kamukah itu..?” kudengar suara Mami memanggilku, tapi aku tidak menjawab.
“Iwaan.., sini.. doong.. naak..!” kudengar kembali Mami memanggilku.
Karena tidak enak, lalu aku kembali menuju pintu kamar Mami dan kujawab, “Ada.. apa.. Mam..?” sambil kuperlihatkan kepalaku.
“Sini.. Wan..!” kata Mami sambil melambaikan tangannya dan film blue tadi masih terus berjalan.

Karena ingin melanjutkan nonton film tadi, lalu aku masuk kamar Mami dan Mami melanjutkan kata-katanya.
“Wan, sini.., duduk dekat Mami, Mami tahu kok kalau Iwan pingin nonton film itu kan..?” lanjut Mami sambil menunjuk TV.
“Sini.. Wan.. kamu sudah besar.. Sudah seharusnya kamu juga tahu.”
“Maaf ya Mam, saya telah mengganggu Mami,” kataku.
“Aaahh.. kamu ini,” kata Mami. “Sudahlah, duduk sini.. kita nonton sama-sama,” lanjut Mami sambil mencium pipiku.

Perasaanku menjadi tidak karu-karuan bercampur malu ketika pipiku dicium Mami, apalagi tercium bau minyak wangi yang dipakainya terasa harum menusuk hidungku, sehingga nafsuku makin menjadi-jadi. Setelah beberapa saat hanya diam saja dengan mata kami tetap tertuju ke arah TV, tiba-tiba aku dikejutkan dengan pertanyaan Mami.
“Waan, kamu.. tadi sudah lama ya.. nontonnya dari pintu..?”
“I.. ya Mam,” jawabku malu tanpa menengok Mami.
“Jadi.. Iwan.. tahu.. Mami.. lagi ngapain..?” tanya Mami lagi dan lagi-lagi hanya kujawab pendek dengan tanpa menoleh ke Mami.

“Waan..,” kembali Mami memanggilku, tapi kali ini suaranya terdengar agak lain.
Dan ketika kuberanikan menatap wajah Mami, kulihat kedua mata Mami agak berair.
“Waan, Iwan. Jangan sampai salah.. yaa, Mami sering nonton film seperti ini bersama Papamu, yaah.. Mami sangka Mami bisa mengembalikan kondisi Papamu kembali. Tapi.., sampai saat ini masih belum.”
“Lho.., memangnya Papa kenapa Maam..?” tanyaku karena betul-betul aku tidak mengerti apa yang dimaksud Mami.

“Aduuh.., Iwaan gimana sih menjelasinnya sama kamu..? Kok kamu sepertinya nggak ngerti sama sekali,” kata Mami.
“Betuul Mam..” jawabku, “Iwan betul-betul nggak ngerti.. kenapa sih dengan Papa..?” tanyaku kembali.
Lalu Mami menggeser duduknya mendekatiku sehingga sekarang Mami duduknya sudah menempel denganku, sehingga bau wangi Mami terasa sekali dan membuat penisku yang dari tadi sudah tegang karena lihat film menjadi lebih tegang lagi.

“Waan,” kata Mami perlahan, “Papamu sudah kira-kira enam bulan ini.., ininya.. (sambil tiba-tiba tangan kanannya meremas batang kemaluanku) nggak bisa bangun.”
“Aaahh.. Mami.” sahutku sambil berusaha melepaskan tangan Mami dari penisku, walaupun rasa penisku berdenyut enak, tapi aku berusaha melepas tangan Mami, karena malu dan apalagi selama ini belum pernah penisku dipegang oleh orang lain.
“Waan, Mami kan masih kepingin. Tapi.. yaahh.. karena punya Papamu nggak bisa bangun, jadi.. terpaksa Mami melakukan seperti yang Iwan lihat tadi.

“Maam, Mami kepingin apa sih.. dan tadi.. Iwan.. nggak lihat jelas.., Mami.. tadi ngapain sih..?” tanyaku lebih berani.
“Waan, Mami kan masih kepingin seperti yang di TV itu lho.. dan.. ini.. lho.. Waan,” sambil tangannya mengambil sesuatu dari bawah bantal dan diperlihatkan padaku.
Setelah kulihat, ternyata manian yang berbentuk penis. Oh.., rupanya itu yang tadi dimaju-mundurkan. Lalu kami berdiam sejenak dan kembali melihat TV yang adegannya semakin seru.

“Waan..,” tiba-tiba aku dikejutkan oleh panggilan Mami.
“Yaa.. Maam,” kujawab sambil menengok ke arah Mami.
“Waan, boleh.. Mami.. lihat punyamu..? Mami rasakan tadi kok.. punyamu.. besar betul dan.., keras lagi..?” lanjut Mami.
“Maam, jangan.. aahh.. Maam, Iwan.. maluu.., apalagi nanti ada orang lain yang.. lihat,” jawabku sekenanya.
“Lhoo.., kok sama.. Mami sendiri maluu..? Disini kan cuman kita berdua. Waan, boleh yaa.. Waan..?”
Dan tanpa menunggu jawabanku, bahuku didorong Mami hingga rebah di tempat tidur, dan Mami dengan cekatan membuka resleting celana pendekku dan menarik turun bersama CD sampai terlepas dari badanku.

“Aduuh.. Waan, besar betul punyamu ini,” komentar Mami sambil memegang batang kemaluanku dan memijatnya pelan.
Aku hanya memejamkan mataku sambil menikmati enaknya penisku yang sedang dipegang Mami.
“Waan.., Mami enakin seperti yang di TV.. yaa..?” kata Mami lagi, dan kudiamkan saja pertanyaan Mami sambil menunggu dan ingin tahu apa yang akan dilakukan Mami.
Tiba-tiba.., “Huub..,” penisku yang berdiri tegak itu telah masuk semuanya ke dalam mulut Mami dan sangat terasa sekali ketika Mami mulai menghisap dan mengocok maju mundur dengan mulutnya.
“Maam.. Maam.. eenaak.. Maam.. eenaak.. Maam..,” tidak terasa aku berkomentar seperti itu karena merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Dari mulut Mami yang tersumpal dengan batang kemaluanku hanya terdengar bunyi, “Hhhmm.. hhm.. hhmm..,” sambil tangannya mempermainkan kedua biji kemaluanku.

Batang kemaluanku terasa seperti tersedot-sedot, dan kadang terasa lidah Mami mengenai kepala penisku dan menambah keenakan yang pertama kali kualami, dan secara tidak sadar kepala dan rambut Mami kuremas-remas dengan kedua tanganku sambil sesekali kutekan kepalanya, sehingga seluruh batang kemaluanku terasa masuk semua ke dalam mulut Mami.

Beberapa menit kemudian, Mami melepaskan batang kemaluanku dari mulutnya, dan datang menghampiriku sambil mencium pipiku dan berbisik di dekat telingaku.
“Waan, enaak.. Waan..?”
Karena memang aku menjadi keenakan, dan apalagi ini menjadi pengalaman pertamaku, kujawab dengan jujur.
“Iyaa.. Maam.., enaak sekali rasanya.”
Lalu kudengar Mami berbisik lagi, “Iwaan.., sekarang.. Iwan mau kan tolongin Mami..?”
Karena aku benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksudkan Mami, langsung saja kutanyakan, “Maam, tolongin.. apaan..?”
“Aduh.. Waan,” kata Mami lagi seperti keheranan.
“Itu.. lho Waan.. tolong ciuum tetek Mami seperti yang Iwan lihat di TV itu..!” kata Mami sambil melepaskan dasternya sambil terus tiduran.
Sekarang baru kulihat dari dekat payudara Mami yang sangat putih dengan kepala susunya yang kecoklatan. Karena nafsuku sudah meninggi dan ingin segera mencoba apa yang kulihat di TV tadi, tanpa menjawab kata-kata Mami, langsung saja aku bangun dan mendekati payudara Mami. Pertama kucium payudara Mami kanan-kiri dengan kepalaku agak kutekan, lalu seperti yang kulihat tadi di TV, kujilati payudaranya dan sesekali kusedot puting susu Mami yang kecoklatan itu, dan mungkin karena keenakan, kudengar Mami berguman.
“Iwaan.. Waan teruss.. Waan.. enaak.. teruus.. Waan..!” sambil kedua tangannya meremas-remas rambutku.

Mendengar kata-kata Mami itu, nafsuku semakin meninggi dan berusaha mencoba membuat Mami lebih enak, apalagi kuingat bahwa Mami sudah enam bulan ini tidak pernah mendapatkannya dari Papa. Sedotan dan jilatanku di sekitar payudara Mami lebih kupergiat, apalagi sekarang tangan kanan bukan lagi meremas rambutku, tetapi sudah meremas dan mengocok batang kemaluanku. Sambil berguman, “Enaak.., Waan.. enaak. Teruuss Waan..!” dan kembali kedua tangan Mami meremas rambutku lebih kuat lagi.

Setelah beberapa saat, terasa remasan-remasan tangan Mami di kepalaku itu seperti diikuti dengan dorongan agar kepalaku turun ke bawah. Walaupun tanpa kata-kata dan masih ingat dengan adegan TV yang aku sempat tonton tadi, aku menjadi yakin kalau sekarang Mami menyuruhku untuk pindah dan mencium bagian vaginanya. Tanpa menunggu dorongan Mami lagi, kuturunkan badanku pelan-pelan sambil kujilati bagian badan Mami mulai dari perut, terus ke pusar dan terus turun ke bagian bawah pusar Mami, dan sekarang sudah sampai di kemaluan Mami yang masih tertutup dengan CD-nya. Tercium bau kemaluan Mami yang membuatku semakin bernafsu.

“Waan..,” kudengar panggilan Mami dengan kedua tangannya masih tetap meremas-remas rambutku.
“Too.. loong.. buu.. kaa celananya Waan..!” katanya lanjut.
Tanpa menunggu lebih lama, dan karena aku ingin melihat bentuk aslinya vagina itu seperti bagaimana, pelan-pelan kutarik turun celana dalam Mami. Ketika aku kesulitan menarik turun lebih lanjut karena terdindih pantat Mami, Mami mengangkat pantatnya sedikit, dan dengan mudah CD-nya kulepas.

Kulihat di hadapanku, vagina Mami yang sekelilingnya ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam yang halus. Tanpa ada yang menyuruh, lalu kucium dan kujilati di bagian belahan vagina Mami sambil mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film tadi, sedangkan Mami segera menggerakkan pantatnya, dan kepalaku kembali diremas-remas dan ditekannya. Ketika aku coba menjulurkan lidahku menusuk belahan kemaluan Mami, terasa lidahku terkena cairan dari dalam vagina Mami yang agak asin, sedangkan kedua kaki Mami secara perlahan-lahan direnggangkan.

Karena tidak sabar, kubantu membuka kedua kaki Mami sehingga sekarang kakinya terbuka lebar, dan aku berada di tengah. Dan karena aku ingin tahu lebih jauh tentang vagina, apalagi baru kali ini kulihat dari jarak sangat dekat, maka kugunakan kedua tanganku untuk membuka belahan kemaluan Mami. Kulihat dengan jelas di bagian atas ada seperti daging menonjol berbentuk seperti kerucut dan ada lubang kecil, dalam pikiranku mungkin ini yang disebut orang klitoris. Sedangkan di bagian dalam vagina Mami, semuanya berwarna kemerahan dan basah oleh cairan. Agak ke bawah lagi terlihat ada bagian yang berlubang sebesar jari kelingking.

Melihat semua isi kemaluan Mami, aku jadi teringat pelajaran Anatomi yang diajarkan di sekolah. Melihat ini semua, nafsuku semakin meninggi dan tanpa ada yang menyuruh lagi dan karena aku baru saja dapat pelajaran dengan melihat film blue barusan, lalu sambil masih memegangi kedua bibir kemaluan Mami, kujilat dan kuhisap klitoris Mami. Tiba-tiba Mami menggelinjang kuat sambil kedua tangannya meremas rambutku makin kuat dan berguman agak kuat.

“Iwaan.. arrchh.. uu.. Waan.. aarcchh.. enaak Waan.. teruu.. ss.., aarrchh.. aduuh Waan.. enaakk.. teruus..!” kudengar Mami mengoceh terus dan membuatku makin bersemangat menghisap dan menyedot seluruh bagian kemaluan Mami.
Dari mulai bibir kemaluan, klitoris, bagian dalam, sampai semuanya kutusuk-tusukkan lidahku ke lubang yang ada di vagina Mami. Inilah mungkin yang membuat gerakan pantat Mami semakin menggila dan terus-terusan mengoceh.

“Aduuh.., Waan.. enaak.. teruus.., archh.. enak Waan, aduh.. Waan.. Mamii.. mauu.., sampee.., aarchh..!”
Kedua kaki Mami sudah melingkar kuat di atas punggungku, dan kepalaku ditekannya kuat-kuat ke dalam vaginanya, sedangkan seluruh wajahkuku sekarang penuh dengan cairan-cairan yang keluar dari vagina Mami, tapi tidak kuperdulikan, habis.. enak sih. Setelah itu ocehan Mami berhenti, dan badan Mami pun terlihat lemas lunglai, dan yang terdengar hanyalah suara nafasnya yang cepat seperti habis lari marathon.

Melihat Mami seperti itu, aku yakin kalau Mami baru saja mencapai puncaknya. Karena kasihan melihat Mami yang sedang terengah-engah kecapaian, kuhentikan jilatan dan sedotan mulutku ke liang senggama Mami, dan kuletakkan kepalaku di paha Mami dan kuelus-elus kemaluan Mami sambil menunggu apa yang akan diminta oleh Mami lagi. Setelah kudengar nafas Mami mulai agak teratur, kurasakan kedua tangan Mami yang masih memegang kepalaku itu berusaha menarikku ke atas sambil berkata lirih.
“Iwaan.. kesinii.. Sayaang..!”
Aku segera merangkak, menghampiri Mami yang masih tiduran telentang.

Mami sambil menggeser badannya sedikit, melanjutkan kata-katanya, “Sinii.. Waan.. tiduran di samping Mami.”
Dengan perasaan kurang enak, malu dan lain sebagainya, aku berusaha menenangkan diri dan tiduran di samping Mami. Mami segera merangkulku dan terus mencium pipiku, dan terus seperti berbisik di dekat telingaku.
“Waan.., kamuu.. kok.. pintar betul tadi.., Iwan sudah pernah yaa.. sebelumnya..?”
“Dengan.. pacarmu yaa..?” sambung Mami lagi.
“Beel..uumm.. Maam, swear..,” kataku cepat, “Kan.. belajar dari.. film yang Mami putar tadi.”
“Oohh.., berarti Iwan murid yang cerdas doong,” puji Mami sambil tetap memelukku dan kembali mencium pipiku.
Agar Mami agak senang, kucium juga pipinya, dan entah bagaimana mulanya, tahu-tahu bibirku telah dicium Mami.

Kalau soal ciuman, kuakui aku memang pernah mencium pacarku, jadi ketika lidah Mami menjulur masuk ke mulutku, pelan-pelan kuhisap lidahnya. Mungkin karena lidahnya kusedot, Mami langsung menjadi beringas dan memelukku erat-erat. Ciumannya semakin hot dan tentu saja aku tidak mau mengecewakan Mami, apalagi tangan Mami yang satunya sudah mengocok-ngocok penisku, jadi kuimbangi ciuman Mami sambil salah satu tanganku kuremas-remaskan ke payudara Mami.

Beberapa saat kemudian, tanganku kupindahkan ke vaginanya dan klitoris Mami kugosok-gosok dengan jariku. Hal ini membuat kocokan tangan Mami di batang kemaluanku semakin cepat, membuat nafasku semakin tidak teratur dan nafas Mami kembali terengah-engah. Setelah beberapa menit berciuman dan nafas kami berdua sudah tidak beraturan lagi, secara perlahan Mami menghentikan kocokan di penisku, dan menghentikan ciumannya serta terus berbisik di dekat telingaku.
“Iwaan, Mamii sudaah.. nggak.. tahaan Waan.. toloong.. punyanya Waan.. dimasukin.. ke Mamii.., Waan. Ayoo.., Waan..!”

Mendengar kata-kata Mami ini, nafsuku semakin menjadi-jadi, tapi perasaanku juga semakin bingung, karena sempat terpikir Mami kan istrinya Papaku dan Mami walau bukan Mama kandungku, tapi sekarang kan telah menjadi Mamaku. Aku berusaha melawan kebingungan ini, dan tersentak dari lamunanku ketika mendengar Mami kembali agak berbisik dengan suara yang sedikit menghiba.
“Iwaan.. ayoo.. Sayaang.. tolongiin.. Mamii.. Waan..!”
Dan seperti tanpa berpikir, aku menjawab sekenaku, “Maam.. boo..leeh.. Maam..?” tanyaku, dan kulanjutkan pertanyaanku karena masih ragu, “Nggak..apa-paa. Maam..?”
“Ii.. yaa.. Sayaang.., boleeh.. boleh.., Waan.” jawab Mami sambil mencium bibirku.

“Sinii.. Sayaang..!” kata Mami sambil menarik badanku.
“Coba posisikan badanmu di atas Mami,” lanjutnya.
Aku segera bangun dan kunaiki badan Mami pelan-pelan. Dan setelah aku berada di atas badan Mami, kurasakan Mami membuka kedua kakinya lebar-lebar.
“Sinii.. Waan, Mami bantu..,” kata Mami sambil memegang batang kemaluanku dan dibimbingnya ke arah vagina Mami.
Aku hanya menurut saja apa yang dikatakan Mami, maklum aku masih terlalu buta, dan ini akan menjadi pengalaman pertamaku.

“Sudaah, Waan, sekarang tekan pantatmu pelan-pelan..!” perintah Mami dan kuikuti permintaan itu dengan menekan pantatku pelan-pelan.
Tapi baru saja sedikit aku menekan pantatku, penisku terasa seperti tertahan di vagina Mami, dan mendadak tangan Mami menahan gerakan turun pantatku dan berbisik sambil sedikit meringis.
“Aduuh.. Waan, tahaan duluu.. saa.. kiit.. Waan.”
Kuhentikan tekanan pantatku dan kuangkat sedikit ketika mendengar keluhan Mami.

“Iwaan.. pelan-pelan yaa Sayaang. Sudah lama Mami nggak begini.. dengan Papamu, apalagi.. punyamu.. itu besaar sekali, lebih besar dari punya Papamu..,” kata Mami lemah tapi membuatku menjadi sangat bangga karena punyaku dikatakan Mami masih lebih besar dari punya Papa.
“Sekarang.. gimana Maam..?” tanyaku tidak sabar ingin segera memasukkan penisku ke dalam liang senggama Mami.
“Waan..,” kata Mami lagi, “Coba naik turunkan pantatmu pelan-pelan, dan nanti kalau pantatmu Mami tahan, berarti kamu harus tarik pantatmu ke atas, dan waktu pantatmu nggak Mami tahan, kamu boleh tekan lagi. Beberapa kali.. sampai nanti kamu bisa rasakan sendiri kalau punyamu sudah masuk ke dalam punya Mami, bisaa.. kan Waan..?” kata Mami sambil mencium bibirku.
“I.. yaa Maam, Iwan coba sekarang.. yaa.” jawabku.

Lalu kuikuti pelajaran yang diberikan Mami. Tapi ketika pantatku kutekan, sering kulihat wajah Mami sedikit meringis seperti menahan rasa sakit. Setelah beberapa kali kunaik-turunkan pantatku pelan-pelan, suatu saat pantatku malah ditekan agak keras oleh kedua tangan Mami dan terasa batang kemaluanku seperti terjeblos ke dalam lubang.
“Bleess..” dan kudengar Mami agak berteriak, “Aaacchh.., Iwaan..,” sambil seperti menahan nafasnya.
Karena kaget dengan teriakan Mami, kutahan gerakanku dan kudiamkan sebentar sambil menunggu reaksi lebih lanjut dari Mami yang saat ini sedang memejamkan matanya.

Tapi baru saja aku mau berpikir apa yang akan Mami lakukan atau katakan, terasa batang kemaluanku seperti tersedot-sedot dan dipijat-pijat. Sedotan dan pijatan di penisku ini terasa sangat kuat sekali, dan terasa sangat enak. Karena rasa sedotan dan pijatan di batang kemaluanku terasa begitu nikmat, secara tidak sadar aku kembali menekan penisku masuk.
“Bleess..!” dan kembali kudengar Mami sedikit berteriak, “Waan.., aarrchh.. saakiit,” sambil kedua tangan Mami sedikit mendorong pantatku.
Terpaksa kuhentikan tekanan penisku, tapi kurasa penisku sudah masuk semuanya ke dalam liang senggama Mami sambil menunggu reaksi Mami.

Tidak lama kemudian, tangan Mami menekan pantatku dan kurasakan kembali sedotan-sedotan dan pijatan-pijatan yang sangat kuat di batang kemaluanku. Karena rasa enak ini, secara tidak sadar aku mulai menaik-turunkan pantatku pelan-pelan sehingga penisku naik turun di dalam lubang vagina Mami, dan Mami pun mulai menggerakkan pantatnya naik turun mengikuti irama pergerakan penisku yang naik turun. Mami mulai mengeluarkan desahan-desahan.

“Waan.. teeruuss.. Sayaang.. aachh.. enaak.. Waan.. aduuh.. enaak.. Waan.”
Kurasakan batang kemaluanku begitu hangat di dalam vagina Mami yang sangat basah, sehingga setiap kali tedengar bunyi, “Ccrreet.. creett..”
Hal ini membuatku semakin mempercepat gerakan penisku naik turun.
Tidak sadar terucap, “Maam.. Iwaan.. jugaa.. enaak.. Maam, ayoo Maam..!” sambil kedua tanganku mencengkeram kepala dan rambut Mami.

Beberapa menit kemudian, kurasakan gerakan badan dan pantat Mami semakin liar dan semakin cepat, serta kedua tangannya mencengkeram kuat di punggungku. Tiba-tiba kedua kaki Mami dilingkarkan kuat-kuat di atas pantatku dan memeluk badanku kuat-kuat sambil berteriak cukup kuat.
“Waan, Mamii.. nggaak.. kuaat.. mauu.. keluaar.. aacrrhh.. aacrhh..” dan terus terdiam dengan matanya tertutup dan nafasnya memburu terengah-engah.
Melihat Mami terdiam dengan nafasnya yang terengah-engah itu, aku merasa kasihan dan segera kuhentikan gerakan penisku naik-turun, tapi dengan posisi batang kemaluanku masih terbenam semua di dalam liang senggama Mami.

Setelah nafas Mami mulai agak teratur. Mami membuka matanya dan segera mencium bibirku sambil berkata lirih.., “Iwaan, terima kasiih yaa.. Sayaang.., Iwaan pintaar.. dan.. bisa muasin Mami.”
Kembali bibirku diciumnya, dan segera kujawab.., “Maam.., Iwan nggak tahu.. Maam, tapi Iwan sayaang.. Mami dan Iwan.. mauu Mami senang.”

Setelah kami diam sejenak dengan posisi masih seperti tadi, lalu kuberanikan bertanya ke Mami.
“Maam, jadi sekarang sudah selesai..? Kalau begitu.. Iwan.. cabut.. ya.. Maam..?”
“Jaangaan.. Waan,” jawab Mami sambil mengencangkan pelukannya, “Sebentar lagi kita lanjutkan seperti tadi.. sampai Iwan.. mencapai klimaks,” sambung Mami.
“Klimaks gimana Maam..?” tanyaku tidak mengerti.
“Aduuh.. Iwaan,” jawab Mami sambil memencet hidungku, “Nanti Iwan pasti tahu sendiri deh. Nanti Iwan terasa seperti mau kencing, lalu Iwan coba tahan selama mungkin, lalu lepaskan kalau sudah tidak kuat, dan dari punyamu akan keluar air mani yang menyemprot,” lanjut Mami.
Aku hanya menjawab singkat, “Iyaa.. Maam, Iwan.. mengerti.”

Setelah kami diam sesaat, Mami lalu berkata, “Waan, toloong cabut punyamu duluu Waan, Mami mau mengelap punya Mami supaya agak kering, biar kita sama-sama enak nantinya.
“Bener juga kata Mami,” kataku dalam hati, “Tadi memek Mami terasa sangat basah sekali.”
Lalu pelan-pelan batang kemaluanku kucabut keluar dari vagina Mami, dan kuambil handuk kecil yang ada di tempat tidur sambil kukatakan, “Maam, biar Iwan saja yang ngelap.. boleeh Maam..?”
“Terserah kamuu.. deh Waan,” jawab Mami pendek sambil membuka kedua kakinya lebar-lebar.
Aku merangkak mendekati vagina Mami, dan setelah dekat dengan kemaluan Mami, lalu kukatakan, “Iwan bersihkan sekarang yaa.. Maam..?”
Kudengar Mami hanya menjawab pendek, “Yaa, boleeh Sayaang.”

Lalu kupegang dan kubuka bibir kemaluan Mami, dan kutundukkan kepalaku ke vaginanya. Lalu kusedot-sedot klitoris Mami agak kuat dan pantat Mami tergelinjang keras, mungkin karena kaget.
“Iwaan.., kamu nakaal.. yaa.”
Hisapan dan jilatan kembali kulakukan di semua bagian kemaluan Mami, dan membuat Mami menggerak-gerakkan terus pantatnya. Kedua tangannya kembali menekan kepalaku. Beberapa saat kemudian, terasa kepalaku seperti ditarik Mami.
“Iwaan.., sudaah.. Sayaang.., Mami nggak tahaan. Sini.. yaang..!”

Lalu kuikuti tarikan tangan Mami. Tanpa disuruh, aku langsung naik di atas badan Mami dan setelah itu kudengar Mami seperti berbisik di telngaku.
“Iwaan, masukiin.. punyamu.. Sayang. Mami sudah nggak tahaan.. Yaang..!”
Tanpa membuang-buang waktu, kuangkat kedua kaki Mami dan kutaruh di atas bahuku sambil ingin mempraktekkan seperti apa yang kulihat di film tadi. Sambil kupegang batang kemaluanku, kuarahkan ke vagina Mami yang bibirnya terbuka lebar. Lalu kutusukkan pelan-pelan, sedangkan Mami dengan menutup matanya seperti pasrah saja dengan apa yang kuperbuat.

Karena vagina Mami masih tetap basah dan apalagi baru kujilat dan kuhisap-hisap, membuat kemaluan Mami semakin basah, sehingga sodokan penisku dapat dengan mudah memasuki lubang kemaluan Mami.
Untuk meyakinkan apakah penisku sudah masuk vagina Mami apa belum, sambil tetap kutusukkan penisku, aku bertanya, “Maam, sudaah.. maasuuk..?”
Kudengar Mami menjawab, “Iii.. yaa.. Saayaang, teeruuskan.. yang dalaam..!”
Karena kurasa sudah benar dan Mami memintaku untuk lebih dalam, lalu kehentakkan batang kemaluanku agak kuat masuk ke dalam vagina Mami.

Mulai kuayunkan penisku keluar masuk liang senggama Mami dengan cepat, sehingga badan Mami bergoyang semua sesuai dengan ayunanku, serta kedua buah dada Mami juga bergoyang-goyang keras, sedangkan dari mulut Mami kudengar desisan.
“Sshh.. shh.. Waan.. teruuss.. Yaang.. shh.. aduuh.. enaak Waan, teruus.. yang dalaam.. Yaang..!”
Karena tidak tahan mendengar ocehan-ocehan Mami, sehingga hal itu membuat nafsuku semakin meningkat.

Sambil mempercepat ayunan penisku keluar masuk vagina Mami, secara tidak sadar keluar dari mulutku, “Maam, sshh.. Maam, Iwaan.. juuga.. sschh.. enaak..”
Karena rasa enak yang tidak dapat kuungkapkan disini, makin kupercepat gerakan batang kemaluanku keluar masuk liang senggama Mami. Apalagi sesekali terasa penisku seperti tersedot-sedot atau terhisap oleh kemaluan Mami.
Lalu secara refleks tercetus dari mulutku, “Maam.., sepertinya Iwaan.. sudah kepingin.. seperti yang.. Mamii.. bilang tadii.. dicabuut.. yaa.. Maam..?”
Sedangkan Mami, mungkin setelah mendengar kata-kataku barusan, lalu juga mempercepat semua gerakan badannya, dan juga melepas kedua kakinya dari bahuku serta memelukku kuat-kuat sambil berkata tersendat-sendat.

“Iwaan, jangaan.. Yaang.., jangan..! Biakan.., Mamii.. jugaa. sudah mau keluaar Yaang..! Ayoo.. kitaa.. samaa.. samaa Yaang..!”
Aku sudah kehilangan kesadaran karena keenakan dan apalagi mendengar kata-kata Mami yang cukup merangsang ini.
Lalu, “Maam..!” teriakku agak panjang sambil kepala dan rambut Mami kuremas dan kujambak kuat-kuat.
Bersamaan dengan teriakanku, Mami pun tiba-tiba berteriak cukup keras sambil kedua kakinya dilingkarkan kuat-kuat ke pantatku dan rambutku di remas-remasnya.

Aku dengan nafas terengah-engah, tertelungkup lemas di atas badan Mami. Dan Mami pun kulihat lemah lunglai dengan nafas terengah-engah sambil menutup kedua matanya, berusaha menenangkan diri dengan mengatur nafasnya. Setelah nafasku agak teratur, kucium bibir Mami lalu kubisikkan di telinga Mami.
“Maam.., terimaa kasih Maam, Iwaan.. sayaang Mamii,” kataku sambil kembali kucium bibir Mami, sedangkan Mami tetap masih memejamkan matanya dan nafasnya sudah kembali teratur.
Ia menjawab, “Iwaan.., Mami puaas Sayang. Terima kasiih Waan,” katanya sambil memiringkan badannya sehingga posisi kami sekarang menjadi tiduran saling berhadapan dan penisku yang terasa masih tegang itu masih tetap berada dalam liang senggama Mami.

Beberapa saat kemudian sambil saling memandang dan berpelukan, kutanyakan pada Mami, “Maam.., punya Iwan boleh Iwan cabut..?”
Mami sambil memencet hidungku menjawab, “Jangan dulu Sayang. Biarin dulu di dalam punya Mami. Mami masih kepingin merasakan punyamu yang besar itu.”
“Coba deh Waan. Coba Iwan kocok keluar masuk punya Iwan, biar Mami bisa merasakan enaknya punyamu,” katanya lagi sambil salah satu kaki Mami diangkatnya dan diletakkan di atas pinggulku.

Tanpa menunggu kata-kata Mami lainnya, lalu kumulai memaju-mundurkan pelan-pelan batang kejantananku ke dalam vagina Mami. Mami kulihat memejamkan matanya seperti sedang menikmati gesekan-gesekan penisku yang keluar masuk lubang kemaluannya. Tapi setelah beberapa saat, kurasakan dalam posisi miring ini sepertinya masuknya kemaluanku ke dalam vagina Mami terasa kurang dalam. Lalu, secara perlahan kudorong bahu Mami sehingga telentang. Dan bersamaan dengan doronganku, kunaiki tubuh Mami, sehingga batang kemaluanku yang ada di dalam vagina Mami tidak sampai terlepas. Mami sepertinya mengerti kemauanku, dan sepertinya malah membantuku dengan memeluk badanku rapat-rapat serta membuka kakinya lebar-lebar.

Lalu kuayun penisku perlahan-lahan keluar masuk kemaluan Mami. Karena Mami masih diam saja, dan tetap masih menutup kedua matanya, lalu kutanyakan sambil berbisik di dekat telinganya.
“Maam.., gimana Maam, enaak apa nggak punya Iwaan..?
Kulihat Mami membuka matanya, lalu mencium bibirku serta terus berbisik.
“Wan.., teruuskan.. Saayaang, Mami menikmatinya Wan,
Setelah Mami selesai menjawab pertanyaanku, kurasakan Mami mulai mengerakkan dan memutar pantatnya perlahan-lahan.

Karena Mami mulai menggerakkan pantat atau pinggulnya lagi, kuputuskan untuk menghentikan gerakan kemaluanku keluar-masuk dengan posisi penisku sudah masuk semua ke dalam liang senggama Mami. Ingin merasakan enaknya gerakan Mami, tapi mungkin karena merasakan, aku sekarang diam, Mami ikut berhenti juga dan membuka matanya lalu memandangku sayu seperti bertanya.
“Kenapa diam.. Wan..?”
Agar Mami tidak bertanya lebih lanjut, lalu kukatakan di telinga Mami, “Maam.., Iwan diam karena kepingin merasakan sedotan dan pijatan seperti tadi Maam.”
Mami hanya tersenyum dan dipegangnya kepalaku, lalu diciumnya pipiku sambil berbisik, “Waan.., kamu mulai nakal.. yaa..? Niih.. Mami.. kasih.. apa yang Iwaan minta..!” lanjut Mami sambil memeluk badanku.

Tidak lama kemudian, terasa batang kemaluanku seperti disedot-sedot dan dipijat-pijat, mulai dari lemah, makin kuat dan kuat, sehingga secara tidak sadar aku berbisik agak keras.
“Maam.., enaak.. enaak.. Maam.. Aduh enaak.. aahh.. enaak.. Maam,”
Karena sedotan dan pijatan di batang kemaluanku terasa semakin kuat, secara tidak sadar kumulai lagi mengocok penisku keluar masuk vagina Mami. Mula-mula pelan, lalu kupercepat.
Karena enaknya, aku langsung bilang, “Maam.., enaak Maam.. Iwaan.. mau lagi Maam. Ayoo Maam..!”
Mungkin karena melihatku mulai bernafsu lagi, Mami langsung mulai menggerakkan pinggulnya lagi yang makin lama makin cepat.

Selang beberapa lama, aku merasakan kalau air maniku sudah mau keluar, tapi kucoba menahannya selama mungkin.
Tiba-tiba, “Mami.., Maam.., Iwaan sudaah mau keluar..”
Mendengar bisikanku ini, kurasakan gerakan pinggul Mami semakin cepat dan pelukan tangannya di badanku juga semakin keras.
“Waan.., Mami juga sudah dekat Waan.. Ayoo Waan.. sama-sama..!”
Belum sampai Mami menyelesaikan kata-katanya, aku berteriak agak keras, “Mamii.. Iwaan keluar.. ahh..,” sambil kubenamkan seluruh batang kemaluanku kuat-kuat ke dalam vagina Mami.
Bersamaan dengan teriakanku itu, kudengar Mami pun berteriak cukup kuat, “Iwaan.., Maamii keluaar.. jugaa.. Ayo Wan, cepaat.. archh..!”
Dengan nafas tersengal-sengal, kutelungkupkan badanku yang lemas itu di atas badan Mami, dan Mami juga dengan nafasnya yang terengah-engah, tergeletak seperti tidak bertenaga dengan kedua tangannya terkapar di samping badannya.

Setelah nafasku sedikit teratur, kucabut batang kemaluanku dari dalam liang senggama Mami. Kujatuhkan badanku tiduran di samping Mami, dan terdengar Mami berbisik, “Terima.. kasiih.. yaa.. Sayang..!”
Dan setelah berhenti sejenak, sambil mencium pipiku, Mami berkata lagi, “Waan.., ini hanya kita berdua ya yang tahu, Papamu atau adikmu jangan sampai tahu ya Wan.”
Supaya hati Mami tenang, lalu kujawab, “Maam, Iwan akan jaga itu.., terima kasiih ya Maam,” sambil kucium pipi Mami.
Aku terus bangun dan mandi bersama Mami di kamar mandi Mami.

Gairah Ibu Dan Anak

Kejadian diawali ketika Pak Widyo tugas meninjau ladang minyak baru di lepas pantai. Di rumah cuma ditunggui oleh Bu Ambar, Rudi dan seorang pembantu setengah baya Mbok Inah namanya. Seperti biasa, pada malam hari Rudi sedang belajar untuk menghadapi Ebtanas minggu depan. Ia tengah sibuk berkutat dengan soal-soal latihan ketika ibunya datang membawa makanan kecil untuknya sambil menenteng majalah.”Rud, ini ada oleh-oleh dari Bogor tadi siang untuk menemani kamu belajar,” kata ibunya sambil meletakkannya di atas meja belajar Rudi.”Kapan Ibu datang, kok suara mobilnya tidak kedengaran,” tanya Rudi sambil tetap memelototi soal-soal sulit di depannya.

“Baru saja Rud, ini ibu sudah pakai baju mandi mau mandi,” jawab ibunya.”Sambil menunggu air panasnya Ibu mau membaca majalah dulu di kamarmu,” sambung ibunya sambil merebahkan diri di ranjang yang membelakangi meja belajar Rudi.”Ya, boleh saja tapi jangan sampai ketiduran nanti malah nggak jadi mandi,” timpal Rudi.Singkat cerita Rudi kemudian berkonsentrasi lagi dengan belajarnya. Akhirnya setelah hampir 1 jam ia merasakan matanya mulai lelah, ia memutuskan untuk tidur saja. Sewaktu Rudi beranjak dari kursinya dan membalikkan badannya, tatapannya terpaku pada sosok tubuh montok yang teronggok di atas ranjangnya. Rupanya karena terlalu kelelahan, ibunya ketiduran. Posisi tidurnya tidak karuan. Tangannya telentang sementara kakinya mengangkang lebar seperti orang yang sedang melahirkan. Baju mandi ibunya yang panjangnya selutut nampak tersingkap sehingga paha putih mulus ibunya bisa terlihat jelas. Rudi bingung, apakah harus membangunkan ibunya atau menikmati pemandangan indah dan langka ini dulu. Sebelumnya ia tidak pernah berpikiran kotor terhadap ibunya sendiri tapi entah kenapa dan setan mana yang merasuki dirinya sehingga ia merasakan rangsangan ketika melihat paha ibunya yang tersingkap.Perlahan didekatinya tepian ranjang dengan hati berdebar-debar. Diperhatikan dengan seksama tubuh ibunya yang montok dan wajahnya yang ayu keibuan dari ujung kaki sampai ujung kepala. Rudi menyadari ternyata ibunya sangat cantik dan menggairahkan. Kemudian dengan tangan gemetaran diberanikannya dirinya mengelus-elus kaki ibunyna sampai ke paha. Begitu halus, lembut dan hangat kulit ibunya ia rasakan. Ketika menyentuh paha yang ditumbuhi bulu-bulu halus, Rudi merasakan kehangatan yang makin terasa mengalir ke telapak tangannya. Kemaluannya menjadi menegang keras dan membuat celananya terasa sesak dan ketat. Jantungnya makin berdegup kencang ketika ia meneruskan belaian tangannya makin jauh ke arah pangkal kaki yang masih tertutupi baju mandi ibunya. Kulit tangannya merasakan hawa yang makin hangat dan lembab ketika tangannya makin jauh menggerayangi pangkal kaki ibunya yang bak belalang itu. Gerakannya terhenti ketika ia merasa telah meraba bulu-bulu halus yang lebat sekali dan menyentuh gundukan daging yang begitu lunak dan hangat. Beberapa saat ia meraba-raba gundukan daging lunak hangat itu.Akhirnya dengan rasa penasaran ia singkapkan baju mandi ibunya ke atas. Sehingga kini di depan matanya teronggok bagian selangkangan dan pinggul ibunya yang besar dan montok. Bulu-bulu halus yang sangat lebat nampak tumbuh di sekitar anus, kemaluan sampai perut bagian bawah. Begitu panjang-panjang dan lebatnya bulu kemaluan ibunya sampai kemaluan ibunya agak tertutupi. Kemudian dengan tangannya ia sibakkan bulu-bulu kemaluan di sekitar kemaluan ibunya. Sehingga kini kemaluan ibunya nampak jelas terlihat. Gundukan daging yang memanjang membujur di selangkangan kelihatan empuk dan menggunung berwarna agak kegelapan. Bila diperhatikan bentuknya mirip mulut monster berkerut-kerut. Ini pasti yang namanya labium mayora (bibir besar) seperti dalam atlas anatomi, batin Rudi. Dari celah atas bibir monster yang besarnya setempurung kelapa itu tampak menonjol keluara bulatan daging sebesar kacang tanah yang berwarna kemerah-merahan. Kalau yang ini pasti yang namanya kelentit, pikir Rudi lagi sambil mengusap-usap tonjolan liat itu.Kemudian jarinya ia gerakkan ke bawah menyentuh lipat-lipat daging yang memanjang yang mirip daging pada kantong buah pelir laki-laki. Wah, ternyata labium minora Ibu sudah memble begini, pasti karena terlalu sering dipakai Bapak dan untuk melahirkan, batin Rudi. Hidungnya lalu disorongkan ke muka kemaluan sebesar mangkok bakso itu. Sambil membelai-belai bebuluan yang mengitari kemaluan ibunya itu, Rudi menghirup-hirup aroma harum khas kemaluan yang menyengat dari kemaluan ibunya itu. Tak puas dengan itu, ia meneruskan dengan jilatan keseluruh sudut selangkangan ibunya. Sehingga kini kemaluan di hadapannya basah kuyup oleh air liurnya. Dijulurkannya panjang-panjang lidahnya ke arah klitorisk dan menggelitik bagian itu dengan ujung lidahnya. Sementara tangan satunya berusaha melepaskan ikatan tali baju mandi, dan setelah lepas menyingkapkan baju itu sehingga kini tubuh montok ibunya lebih terbuka lagi. Muka Rudi sampai terbenam seluruhnya dalam kemaluan ibunya yang sangat besar itu, ketika dengan gemas ia menempelkan mukanya ke permukaan kemaluan ibunya agar lidahnya bisa memasuki celah bibir monster itu. Usahanya tidak berhasil karena bibir itu terlalu tebal menggunung sehingga ujung lidahnya hanya bisa menyapu sedikit ke dalam saja dari celah bibir monster itu. Ia merasakan gundukan daging itu sangat empuk, hangat dan agak lembab.Sementara itu Bu Ambar masih tetap lelap dalam mimpinya dan tidak menyadari sedikitpun apa yang dilakukan anak yang sangat disayanginya terhadap dirinya. Tampaknya ia benar-benar kelelahan setelah seharian tadi pergi keluar kota menghadiri resepsi pernikahan kerabat jauhnya. Dengkurannya malah makin keras terdengar. Sambil tetap membenamkan mukanya ke kemaluan besar itu, Rudi meraih payudara ibunya yang sebesar buah kelapa dengan tangannya. Diremas-remasnya perlahan payudara mengkal yang putih mulus itu. Rasanya hangat dan kenyal. Lalu tangannya berpindah di sekitar puting susu gelap kemerahan yang dilingkari bagian berwarna samar yang berdiameter lebar. Ketika tangannya memijit-mijit puting susu itu dengan lembut, ia merasakan payudara ibunya bertambah kencang terutama di bagian puting tersebut. Denyutan-denyutan di celah kemaluan ibunya juga terasa oleh bibirnya. Sementara itu dalam tidurnya ibunya terlihat bernapas dengan berat dan mengerang perlahan seperti orang yang sedang sesak napas.Melihat ekspresi muka ibunya yang seperti orang sedang orgasme dalam film-film porno yang pernah ditontonnya, Rudi makin gemas. Sehingga sambil lidahnya menggelitik klitoris ibunya, ia menusuk-nusukkan jari tangannya ke dalam celah kemaluan itu. Makin ke dalam rasanya makin hangat, lembab dan lunak. Ada pijitan-pijitan lembut dari lubang vagina ibunya yang membuat jari tangannya seperti dijepit-jepit. Makin lama lubang itu makin basah oleh cairan bening yang agak lengket, sehingga ketika jari tangannya ditarik terlihat basah kuyup. Ibunya kini makin keras mengerang dan terengah-engah dalam tidurnya. Rupanya ia merasakan kenikmatan dalam mimpi, ketika kemaluan dan payudaranya dijadikan barang mainan oleh anaknya. Pinggulnya mulai menggeliat-geliat dan kakinya ikut menendang-nendang kasur.Melihat tingkah ibunya yang sangat menggoda itu, Rudi tanpa banyak berpikir lagi segera melepaskan kaos dan celananya. Sehingga kini ia berdiri di depan tubuh bugil ibunya dengan keadaan bugil pula. Badannya terlihat besar dan kekar serta penisnya mencuat kokoh dan besar ke atas. Urat-urat penis itu tampak beronjolan seperti ukiran yang mengelilingi penisnya yang berukuran panjang 20 cm dan diamerer batang 5 cm. Kepala penisnya yang sebesar bola tenis terlihat kemerah-merahan dan mengangguk-angguk seperti terlalu besar untuk dapat disangga oleh batang kemaluannya. Ia ingin menusukkan batang penisnya ke dalam kemaluan ibunya, tapi ia ragu-ragu apakah lubangnya tadi cukup. Ia kini membandingkan ujung penisnya dengan kemaluan ibunya yang sebesar mangkuk bakso. Sepertinya bisa jika dipaksakan, pikirnya kemudian. Lalu ia naik ke atas ranjang dan menekuk kakinya di antara kangkangan lebar kaki ibunya. Ditempelkannya ujung penisnya ke celah mulut “monster” yang hangat dan lunak itu. Dengan diarahkan satu tangannya ia berusaha menusukkankan penisnya ke mulut vagina yang berwarna kemerahan setelah sebelumnya celah bibir itu dikuakkan lebar-lebar dengan tangan satunya lagi.Mulut liang peranakan ibunya terasa sempit sekali, tapi karena adanya lendir yang sudah keluar tadi membuatnya agak licin. Dengan mendorong pantatnya kuat-kuat, sebagian kepala penisnya berhasil masuk dijepit mulut vagina yang kelihatan rapat tersebut. Rudi merasakan agak sedikit pegal di kepala penisnya karena jepitan kuat muulut vagina. Sementara ibunya mulai memperlihatkan kesadaran dari tidurnya. Sebelum ibunya benar-benar terjaga, Rudi menekankan kuat-kuat pinggulnya ke arah selangkangan ibunya sambil merebahkan diri diatas tubuh bugil ibunya. Kemaluannya dengan cepat menerobos masuk dengan cepat ke dalam lubang yang relatif sempit itu. Bunyi “Prrtt..” nampak keras terdengar ketika penis besar Rudi menggesek permukaan liang senggama ibunya. Bu Ambar segera terjaga ketika menyadari tubuhnya terasa berat ditindih tubuh besar dan kekar anaknya. Sementara itu kemaluannya juga agak nyeri dan seperi mau robek karena dorongan paksa benda bulat panjang yang yang sangat besar. Ia merasa selangkangannya seperti terbelah oleh benda hangat dan berdenyut-denyut itu. Perutnya agak mulas karena sodokan keras benda itu. Liang peranakannya terasa mau jebol karena memuat secara paksa benda besar yang terasa sampai masuk rahimnya itu.Ketika didapatinya anaknya yang melakukan ini semua terperanjatlah Bu Ambar. Secar··············erusaha mendorong tubuh kekar anaknya yang mendekap erat di atas tubuhnya yang tanpa busana lagi. Kakinya menjejak-jejak kasur dan pinggulnya ia goyang-goyangkan dan hentak-hentakkan untuk melepaskan kemaluannya dari benda sebesar knalpot motor. Tapi Rudi makin merasa keenakan dengan gerakan meronta-ronta ibunya itu karena penisnya menjadi ikut terguncang-guncang di dalam liang peranakan. Ia merasakan liang itu terasa sangat hangat dan berdenyut-denyut memijit kemaluannya. Tubuh montok ibunya yang didekap erat terasa hangat dan empuk.”Rud apa yang kamu lakukan pada Ibu, lepaskan, lepaskan..!” teriak ibunya pelan karena takut membangunkan Mbok Inah sambil tetap menggeliat-geliatkan tubuh montoknya berusaha melepaskan diri.”Bu, Rudi ingin dikelonin kayak dulu lagi,” Rudi merengek sambil makin menekan tubuh polos ibunya.”Rud. Ini nggak boleh Rud. Aku kan ibumu, nak,” kata ibunya yang kini sudah mulai mengendurkan perlawanannya yang sia-sia.Posisinya memang sudah kalah. Tubuhnya sudah ditelanjangi, didekap kuat serta kakinya mengangkang lebar sehinnga selangkangannya terkunci oleh benda besar irtu.”Bu, Rudi pokoknya ingin dikelonin Ibu. Kalau nggak mau berarti Ibu nggak sayang lagi sama Rudi. Rudi mau cari pelacur saja di pinggir jalan,” sahut Rudi dengan nada keras.”Jangan, Rudi nggak boleh beginian dengan wanita nakal. Nanti kalau kena penyakit kotor, Ibu yang sedih,” kata ibunya pelan sambil mengusap rambut Rudi perlahan.”Ya, sudah karena sudah terlanjur malam ini, Rudi Ibu kelonin. Tapi jangan beritahu Bapakmu, nanti ia bisa marah-marah,” sambung ibunya pelan sambil tersenyum penuh kasih sayang.”Jadi Rudi boleh, Bu. Terima ksih Ya, Bu. Rudi sayang sekali sama Ibu,” kata Rudi sambil mengecup pipi ibunya.”Iya, Ibu juga sayang sekali sama Rudi. Makanya Rudi boleh sesukanya melakukan apapun pada Ibu. Yang penting Rudi nggak mengumbar nafsu ke mana-mana. Janji, ya Rud,” kata ibunya.”Iya Bu, Rudi juga nggak mau sama yang lain karena nggak ada yang secantik dan sesayang Ibu,” kata Rudi dengan mengendorkan dekapan kuatnya sehingga kini ibunya tidak merasa terlalu berat lagi menahan beban tubuhnya yang sudah berat itu.”Tapi Rudi harus melakukannya dengan pelan. Sebab punya Rudi terlalu besar, tidak seperti biasanya yang sering Bapakmu masukkan ke dalam punya ibu,” kata Bu Ambar meminta pengertian Rudi.Memang postur tubuh Rudi mengikuti garis keturunan Bu Ambar, tidak seperti bapaknya yang pendek dan kecil.”Sudah, sekarang punya Rudi digerakkan pelan-pelan naik-turun. Tapi pelan ya Rud!” perintah ibunya lembut pada Rudi sambil membelai-belai rambut anaknya penuh kasih sayang.Kini Rudi mulai menggerak-gerakkan penisnya naik-turun perlahan di dalam liang sempit yang hangat itu. Liang itu berdenyut-denyut, seperti mau melumat kemaluannya. Rasanya nikmat sekali. Kini mulutnya ia dekatkan ke mulut ibunya. Mereka pun berciuman mesra sekali, saling menggigit bibir, berukar ludah dan mempermainkan lidah di dalam mulut yang lain. Tangan Rudi mulai menggerayangi payudara putih mulus yang sudah mengeras bertambah liat itu. Diremas-remasnya perlahan, sambil sesekali dipiojit-pijitnya bagian puting susu tang sudah mencuat ke atas. Tangan Bu Ambar membelai-belai kepala anaknya dengan lembut. Pinggulnya yang besar ia goyang-goyangkan agar anaknya merasakan kenikmatan di dalam selangkangannya. Sementara vaginanya mulai berlendir lagi dan gesekan alat kelamin ibu dan anak itu menimbulkan bunyi yang seret-seret basah. “Prrtt.. prrtt.. prrtt.. ssrrtt.. srrtt.. srrtt.. pprtt.. prrtt..”Penis besar anaknya memang terasa sekali, membuat kemaluannya seperti mau robek. Vaginanya menjadi membengkak besar kemerah-merahan seperti baru melahirkan. Membuat syaraf-syaraf di dalam liang senggamanya menjadi sangat sensirif terhadap sodokan kepala penis anaknya. Sodokan kepala penis itu terasa mau membelah bagian selangkangannya. Belum lagi urat-urat besar seperti cacing yang menonjol di sekeliling batang kemaluan anaknya membuat Bu Ambar merasakan nikmat. Meski agak pegal dan nyeri tapi rasa enak di kemaluannya lebih besar. Ia merasakan seperti saat malam pertama. Agak sakit tapi enak. Lendirnya kini makin banyak keluar membanjiri kemaluannya, karena rangsangan hebat pada Bu Ambar. Ketika Rudi membenamkan seluruh batang kemaluannya, Bu Ambar merasakan seperti benda besar dan hangat berdenyut-denyut itu masuk ke rahimnya. Perutnya kini sudah bisa menyesuaikan diri tidak mulas lagi ketika saat pertama tadi anaknya menyodok-nyodokkan penisnya dengan keras.Bu Ambar kini mulai menuju puncak orgasme. Vaginanya mulai menjepit-jepit dengan kuat penis anaknya. Kakinya diangkatnya menjepit kuat pinggang anaknya dan tangannya menjambak-jambak rambur Aanaknya. Dengan beberapa hentakan keras pinggulnya, muncratlah air maninya dalam lubang kemaluannya menyiram dan mengguyur kemaluan anaknya. Setelah itu Bu Ambar terkulai lemas di bawah tubuh berat anaknya. Kakinya mengangkang lebar lagi pasrah menerima tusukan-tusukan kemaluan Rudi yang semakin cepat. Tangannya menelentang, memperlihatkan bulu ketiaknya yang tumbuh subur lebat dan panjang. Mengetahui hal itu Rudi melepaskan kulumannya pada mulut ibunya agar ia bisa bernafas lega. Bu Ambar tampak terengah-engah seperti baru lari maraton. “Ibu sudah tua, Rud. Nggak kayak dulu lagi bisa tahan sampai lama. Tenaga dan kondisi fisik Ibu tidak sekuat dulu lagi. Jadi, Ibu tidak bisa mengimbangi kamu,” bisik ibunya sambil mengatur napas. Keringat Bu Ambar nampak bercucuran dari sekujur tubuhnya membuat hawa semakin hangat.Tanpa merasa lelah Rudi terus memacu penisnya dan sesekali menggoyang-goyangkan pinggulnya. Sepertinya ia ingin mengorek-ngorek setiap sudut jalan bayi yang dulu dilaluinya. Suara bunyi becek makin keras terdengar karena liang itu kini sudah dibanjiri lendir kental yang membuatnya agak lebih licin. Bu Ambar mulai merasakan pegal lagi di kemaluannya karena gerakan anaknya yang bertambah liar dan kasar. Tubuhnya ikut terguncang-guncang ketika Rudi menghentak-hentakkan pinggulnya dengan keras dan cepat. “Plok.. plokk.. ploll.. plookk.. crrpp.. crrpp.. crrpp.. srrpp.. srrpp..” Bunyi keras terdengar dari persenggamaan ibu anak itu. “Rud pelan, Rud..!” desis ibunya sambil meringis kesakitan. Kemaluannya terasa nyeri dan pinggulnya pegal karena agresivitas anaknya yang seperti kuda liar. Rudi yang merasakan dalam selangkangannya mulai terkumpul “bom” yang mau meledak tidak menyadari ibunya sudah kewalahan, malahan terus mempercepat gerakannya.Bu Ambar hanya bisa pasrah membiarkan dirinya diperlakukan seperti itu. Ia tidak ingin mengganggu kesenangan anaknya. Baginya yang lebih penting hanyalah bisa memberikan tempat penyaluran kebutuhan biologis yang aman dan nyaman untuk anak yang disayanginya. Kakinya menjejak-jejak kasur dan pinggulnya yang besar disentak-sentakkannya perlahan untuk mengimbangi rasa nyeri dan pegal. Napasnya mendesah-desah seperti orang kepanasan habis makan cabai dan tangannya menjambak rambut anaknya. Kini Rudi sudah mencapai orgasme. Dipagutnya leher jenjang ibunya dan ditekankannya badannya kuat-kuat sambil menghentakkan pinggulnya keras berkali-kali membuat tubuh ibunya ikut terdorong. Muncratlah air mani dari penisnya mengguyur rahim dan kemaluan ibunya. Karena banyaknya sampai-sampai ada yang keluar membasahi permukaan sprei.

Oh Mama …….. Tak Kusangka

Sebenarnya aku teramat malu untuk menceritakan kejadian tragis ini, bagaimanapun ini rahasia keluarga, aku dan mama. Waktu itu hari Minggu pagi, pertengahan bulan Desember 1988, ketika liburan sekolah semester ganjil, semester pertama setelah di SMU.
Pada hari itu aku diminta mama untuk mengantar ke Solo, katanya ada acara reuni dengan teman-temannya di kota Solo. Dengan sepeda motor pemberian mama sebagai hadiah ulang tahun ke-17 juga sebagai hadiah aku diterima di salah satu SMA negeri bonafid di kabupaten,aku antar mama ke Solo, tepatnya di kota Palur.
Sesampainya di tujuan, sudah banyak teman mama yang hadir. Mereka datang berpasangan (mama sudah menjanda ketika aku duduk di kelas II SMP, papa tertanggap menghamili gadis tetangga). Semula aku kira mereka pasangan suami istri atau ibu dengan puteranya sepertiku, namun lama-lama aku menjadi sangsi. Bagaimana tidak, meskipun selisih usianya cukup jauh tapi mereka tampak begitu mesra. Bahkan ketika mama memperkenalkan aku kepada teman-temannya sebagai anaknya, mereka semua tidak percaya, malah-malah mereka bilang mama hebat dalam memilih pasangan. Beberapa lelaki, yang semula aku anggap suami-suami mereka, banyak yang memberi semangat kepadaku. Menurut mereka, aku merupakan lelaki yang beruntung bisa mendapatkan cewe seperti mama, selain cantik, muda dan tidak pelit namun yang lebih penting duitnya banyak.
Sebenarnya aku malu, marah dan kesal. Bagaimana tidak marah, mereka tetap tidak percaya kalau aku anak mama yang sebenarnya. Namun demi melihat mama hanya tersenyum saja, aku tak menampakkan kesemuanya itu.
Dalam perjalanan pulang mama baru cerita semuanya kalau sebenarnya mereka bukan suami istri atau ibu dengan anak-anaknya, mereka merupakan pasangan idaman lain (PIL). Mama juga cerita mengapa tadi hanya tersenyum waktu mereka bilang aku pasangan mama dan hanya sedikit membela diri bahwa aku anaknya yang sebenarnya.
Menurut mama susah menjelaskan kepada mereka kalau aku anak mama yang sebenarnya, karena dihati mereka sudah lain. Mama juga cerita kenapa mengajak aku untuk mengantar ke acara tersebut, selain aku libur juga mama akan susah menolak seandainya nanti lelaki (gigolo) yang mereka tawarkan kepada mama jadi datang. Selama ini sudah sering mama diolok-olok oleh mereka. Mama dikata sebagai janda muda yang cantik dan punya uang tapi kuper. Dan jadwal selanjutnya, tahun baru (siang) di yogyakarta, di rumah Tante Ina.
Dua minggu sejak pertemuan di Solo, Tahun Baru pun datang, 1 Januari 1989. Dengan sepeda motor yang sama aku antar mama ke rumah Tante Ina di yogyakarta. Sengaja untuk acara ini aku minta mama untuk membeli beberapa pakaian, aku tidak terlalu kalah gengsi dengan cowok-cowok mereka. Sesampainya kami di di rumah Tante Ina, teman-teman mama sudah banyak yang datang lengkap dengan centheng-centhengnya. Ketika datang kami disambut dengan peluk dan cium mesra.
Rumah Tante Ina cukup besar dan luas, cukup untuk menampung lebih dari 30 orang. Acara dibuka dengan sambutan selamat datang dan selamat tahun baru dari tuan rumah, dilanjutkan dengan makan bersama dan seterusnya acara biasa “ngerumpi”. Entah usul dari siapa, diruangan tengah menyetel VCD porno. Kata mereka biasa untuk menghangatkan suasana yang dingin karena musin hujan.
Bisa dibayangkan bagaiaman perasaanku, diusia ke-17 dikala tingkat birahi sedang tumbuh menyaksikan kesemuanya ini. Mamapun juga tampak kikuk terhadapku, terlebih ketika Tante Astuti dan pacarnya tampak asyik bercium mesra disampingku dengan tangannya yang gencar menjelajah dan suaranya yang cukup berisik. Dan diantara kegelisahan itu, Tante Ina membisikkan kepada kami kalau mau boleh menggunakan kamar diatas. Sambil menyerahkan kunci dia ngeloyor pergi sama pacarnya. Aku dan mama hanya tersenyum, tapi ketika aku toleh di sekeliling sudah kosong, yang ada tinggal Tante Melani dan Tante Yayuk beserta pasangan mereka masing-masing, dimana pakaian yang mereka kenakan juga sudah kedodoran dan tidak lengkap lagi. Dengan rasa jengah mama mengajakku ke lantai atas.
Di lantai atas, di kamar yang disediakan untuk kami, tidak banyak yang dapat dilakukan. Kasur yang luas dan kain sprei yang berwarna putih polos hanya menambah gairah mudaku yang tak tersalurkan. Mama minta maaf, kata mama kegiatan semacam ini tidak biasanya diadakan waktu siang hari, dan baru kali ini mama ikut didalamnya (biasanya mama tidak hadir kalau acara malam hari). Sewaktu akan keluar kamar mama sengaja membuat rambutnya tampak awut-awutan (biar enggak ada yang curiga, katanya).
Waktu menunjukkan pukul 15.30 wib acara selesai. Pertemuan selanjutnya dikediaman Tante Astuti di Solo, bertepatan hari ulang tahun Tante Astuti yang ke-42. Sejak acara mendadak di rumah Tante Ina, selama dalam perjalanan pulang, mama tak banyak bicara. Kebekuan ini akhirnya cair waktu kami istirahat isi bensin.
Satu hal yang tak dapat kulupa dari mama, ketika akan keluar kamar atas tidak tampak penolakan mama waktu aku sekilas mencium pipi dan bibirnya serta waktu akan pamitan pulang mama juga tampak santai ketika tanganku sekilas meremas buah dadanya. Ketika aku tanyakan semua ini, mama hanya tersenyum dan mengatakan kalau aku mulai nakal.
Sehari menjelang pertemuan di rumah Tante Astuti mama tanya sama aku, mau datang apa enggak karena malam hari dan takut hal-hal seperti dirumah Tante Ina yang lalu akan terulang. Karena bertepatan hari ulang tahun Tante Astuti aku sarankan hadir, masalah yang lalu kalau memang harus terjadi yach itung-itung rejeki, kataku sambil berkelakar.
5 Februari 1989 di rumah Tante Astuti suasana hingar-bingar. Maklum Tante Astuti seorang janda sukses dengan seorang putera yang masih kecil. Dalam acara hari ini Tante Astuti sengaja mendekorasi rumahnya dengan suasana diskotik. Dentuman musik keras, asap rokok dan bau minuman beralkohol menyemarakkan hari ulang tahunnya.
Setelah memberikan ucapan selamat dan mencicipi makan malam acara dilanjutkan dengan ajang melantai. Sebenarnya mama sudah berusaha untuk tidak beranjak dari tempat duduknya, namun permintaan Tante Susan agar mama bersedia berdansa dengan relasi Tante Susan jualah yang membuat mama bersedia bangkit. Tak tega aku melihat kekikukan mama apalagi relasi Tante Susan tampak berusaha untuk mencium mama, serta merta akupun berdiri dan permisi kepada relasi Tante Susan agar mama berdansa denganku.
Kujauhkan rasa sungkan, malu dan grogi. Kurengkuh pinggang mama sambil terus berdansa kuajak ke arah taman untuk istirahat minggir dari keramaian pesta. Dibangku taman bukan ketenangan yang kudapat, justru yang ada Tante Yani dan Tante Sri dengan pasangannya asyik bercumbu mesra. Kepalang tanggung mau kembali ke pesta kasihan mama yang sudah cukup lelah selain tak enak sama mereka karena kalaupun kembali ke dalam harus melewati Tante Yani dan Tante Sri.
Akhirnya mama memutuskan kami tetap dibangku taman sambil menunggu pesta usai. Supaya Tante Yani dan Tante Sri tidak merasa jengah, mama memintaku untuk menciumnya. Awalnya hanya sekedar pipi dan sekilas bibir namun demi mendengar dengus nafsu Tante Yani, nafsu mudaku pun tak dapat kutahan. Tak hanya kecupan, justru pagutan yang lebih dominan dan tanpa sadar entah kapan mulainya, tangan ini sudah bergerilya di dalam baju mama, memeras, memilin dan ….. hingga teriakan nafsu Tante Sri menyadarkan perbuatanku atas mama.
Bercampurlah rasa malu, bersalah dan entah …. pada diri ini, aku mengajak mama untuk segera pamit kepada tuan rumah meskipun Tante Astuti menyarankan kami menginap dirumahnya.
Sesampainya dirumah kutumpahkan rasa sesalku atas perbuatan tak senonohku pada mama. Lagi-lagi mama hanya tersenyum dan mengatakan tak apa-apa, wajar orang lupa dan khilaf apalagi suasana seperti di rumah Tante Yani yang serba bebas. Sambil iseng aku bertanya mengapa waktu itu mama tidak menolak. Kata mama supaya Tante Yani dan Tante Sri tak terganggu apalagi waktu itu aku tampak bernafsu sekali. Oleh mama aku tak perlu memikirkan yang sudah-sudah dan sambil beranjak tidur mama masih sempat mencium pipiku.
Namun bagaimana aku bisa tak perlu memikirkan yang sudah-sudah sementara nafsu sudah bersimaharajalela. Karena tetap tak bisa tidur, dengan terpaksa tengah malam (+ 02.00 wib) kubangunkan mama. Dikamar tengah kucumbu mama, kucium, kupagut dan tangan ini tak terhalang bergentayangan disekujur tubuh mama. Namun tangan ini akhirnya berhenti sebelum sampai pada tujuan akhir, tempat yang teramat khusus.
Pagi harinya tak tampak kemarahan pada wajah mama, sambil sarapan pagi mama malah berkata kalau aku mewarisi sifat-sifat papa yang nakal tanpa menegur kelakuanku tadi malam. Bahkan mama geleng-geleng kepala ketika aku pamit berangkat sekolah kucium bibirnya didepan pintu.
4 April 1989 genap sudah 18 tahun usiaku, hari itu terasa lama sekali menunggu sore. Hari itu aku menunggu-nunggu hadiah ulang tahun spesial yang telah dijanjikan mama. Dua hari yang lalu, aku ditanya mama ingin hadiah apa untuk merayakan hari ulang tahunku. Sudah cukup banyak hadiah ulang tahun yang aku punya seperti : motor atau komputer. Akhirnya aku katakan pada mama, kalau mama tidak keberatan aku mau mama.
Sekilas mama terdiam, ada perasaan tidak percaya atau tidak dapat menerima permintaanku. Aku dikira bercanda lagi dan mama bertanya seebnarnya aku mau hadiah apa, aku bilang pada mama kalau aku tidak bercanda kalau aku mau mama.
Dua hari mama terdiam, dua hari kami tidak bertegur sapa. Aku kira mama marah atas permintaanku terdahulu. Pagi hari tadi setelah sarapan aku minta maaf pada mama atas permintaanku dua hari yang lalu dan sekaligus aku bermaksud menarik permintaanku.
Namun mama berkata lain, bahwa permintaanku dua hari yang lalu akan mama penuhi. Aku nanti malam diminta tidak mengundang teman-temanku dan aku juga diminta untuk mempersiapkan diri. Timbul dihatiku rasa senang, cemas, grogi, bahagia dan entah…. Spontan kucium mama, kucium pipinya, kucium bibirnya dan kucium matanya serta kupeluk erat.
Selepas pulang kerja tadi sore mama tidak keluar dari kamarnya. Baru tepat pukul 21.30 wib bersamaan dengan selesainya acara Dunia Dalam Berita di TVRI mama memanggilku untuk ke kamarnya.
Dengan gemuruh hati yang berdetak keras kuhampiri kamarnya dan kudapati mama di depan pintu dengan tubuhnya terbalut kain sprei. Sambil tersenyum manis mama mencium bibirku dan mulai melepas satu-persatu pakaian yang kukenakan. Tak kudapati wajah keterpaksaan pada mama, bahkan dengan serta merta tangan mama meraba dan mengelus dengan lembut ketika pakaian yang kukenakan tinggal celana dalam saja.
Dengan nafsu dan gairah yang menggelegak kuserang mama. Kucium, kupeluk, kucumbu dan dengan kekuatan prima kuakhiri perjakaku yang disambut mama dengan belitan yang memabukkan, yang menuntuk terus dan selalu terus, entah berapa kali malam itu birahi kutuntaskan.
Ada terbersit rasa bangga, puas dan plong ketika kutemukan mama tertidur pulas dengan bertelanjang dalam pelukanku. Kucium keningnya, namun ketika aku akan bangun mama menahanku dan dengan kelihaiannya mampu membangkitkan lagi gairah birahiku. Dan pagi hari itupun menjadi pagi yang teramat indah. Sebelum aku meninggalkan kamarnya mama mencium pipi dan bibirku sekilas sambil mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku.
Entah mengapa dengan mama aku bisa begitu bergairah, semenjak kejadian di rumah Tante Yani di Yogyakarta yang lalu setiap memandang mama selalu timbul birahiku. Di sekolah tak kurang gadis sebaya yang lebih cantik yang tak menolak aku pacari, namun justru dengan mama birahiku timbul. Tapi harus diakui meskipun mama sudah cukup umur namun memang masih cantik, putih, tinggi, sintal, supel, luwes, berisi dan …..
Semenjak itu, hampir tiada batas penghalang antara aku dan mama. Dimana tempat dan dimana waktu, kalau aku mau mama selalu memenuhi. Dengan mama birahiku tak padam-padam. Setiap acara teman-teman mama selalu menjadi acara luar kota yang sangat mengasyikan dan menjadi acara favorit yang selalu aku tunggu-tunggu.

Sungguh permainan ranjang mama menjadi suatu candu hidupku, sore hari, sebelum tidur, sebelum belajar bahkan sebelum berangkat sekolah pun mama selalu siap. Dengan lemah-lembut, keayuan, kepasrahan, dan naluri keibuannya mama memenuhi hasratku sebagai lelaki.
Hingga kini, ketika istriku tengah mengandung anakku yang ketiga, dimana istri sedang tidak laik pakai, kembali mama sebagai penyelamat saluran nafsuku dan entah sampai kapan lagi kami masih harus begini ………………..

mama pengganti pacar

Cerita ini bermula pada saat gue masih berumur 17 taon, saat itu gue masih duduk di bangku SMA. Waktu itu gue akuin kalo gue emang tergolong anak yg bandel, gue seneng banget nongkrong/ngumpul sama anak-anak yang usianya jauh diatas gue. Itu semua berakibat pada umur segitu gue udah ngerasain sex bebas. Sampai pada suatu hari (hari sabtu)…, waktu gue baru bangun tidur telepon rumah gue bunyi dan saat itu seperti biasanya dirumah engga ada orang selain gue dan nyokap gue. Dengan terpaksa walaupun mata masih lima watt gue jalan ke ruang tengah buat ngangkat telepon. Ternyata dari cewek gue…langsung aja rasa ngantuk gue ilang sama sekali, berhubung dari semalem gue udah ngerencanain kegiatan yang mantaf punya dengan cewek gue itu. Ngobrol punya ngobrol engga taunya cewek gue ngasih kabar bahwa pada hari itu dia ada acara dengan keluarganya keluar kota katanya sih arisan keluarga dan dia mau engga mau harus ikut.

Walaupun dengan segala macam rayuan dia tetap bilang kalo engga bisa jalan ama gue hari itu, denga kesal telepon gue banting yang ada dipikran gue saat itu…ilang deh rencana yang udah gue buat semaleman, padahal gue udah ngebayangin malem ini bakalan ngelonin body cewek gue yang aduhai…. Abis teleponan gue berniat nyari rokok gue ke kamar dan sekalian bermaksud buat tidur lagi…abis kesel sih!. Baru beberapa langkah telepon udah bunyi lagi…gue pikir ini pasti dari cewek gue lagi. Pas gue angkat ternyata dari kakaknya nyokap gue, berhubung gue lagi bad mood gue bilang aja kalo nyokap gue masih tidur. Tante gue akhirnya hanya kasih tau kalo acara jalan ama nyokap gue dibatalin dan minta tolong untuk disampein. Abis itu gue engga jadi ngambil rokok gue dikamar tapi gue langsung menuju ke kamar nyokap buat ngasih tau perihal telepon tadi. Waktu gue buka pintu kamar gue lihat nyokap gue sedang duduk di ranjang sambil sandaran di bantal dan nyokap kelihatan sedang merem sambil tangannya maninin nonoknya sendiri pake alat yang mirip seperti kontol beneran.

Waktu itu gue kaget setengah mati takut kalo nyokap gue marah…tapi keliatannya nyokap gue juga kaget bercampur malu. Dia langsung ngeberesin bajunya yang acak-acakan dan peralatannya di masukin kelaci tempat tidur. Sambil masih kaget gue bialng aja… “Mah tadi ada telpon dari tante Avin katanya acara hari ini batal!”. Gue lihat nyokap gue udah bisa netralisir keadan dan bilang “Oh…Gitu toh…ya udah engga apa-apa Jim, maksih deh…!” Setelah itu gue langsung aja beranjak menuju ke pintu untuk segera keluar dari kamar nyokap. Tapi baru beberapa langkah gue denger nyokap manggil gue…”Jim…kamu mau nolongin Mamah engga sayang…?”. “Nolong apaan sih Mah? pasti Jimmy mau dong..!”, sambil gue balik badan. “Sini dulu dong, duduk disini samping Mamah…!” kata nyokap. Dengan masih agak bingung gue duduk juga disamping nyokap gue. Trus nyokap gue bilang…”Jim…kamu kan tadi udah liat Mamah lagi ngapain kan…!, abis Papah kamu udah lama engga pulang sih Jim, kamu pasti ngerti lah…!!”. “Iya Mah…Jimmy ngerti koq’” jawab gue. “Trus Jim…Mamah kayaknya lagi nanggung nih..!Kamu bisa tolong mamah sebentar kan?”, tanya nyokap gue lagi. “Maksud mamah apa nih…Jimmy belon ngerti Mah…?”, gue belagak bego. “Kamu Mamah ajarin deh! nanti juga kamu ngerti gampang koq Jim…!”. Abis itu nyokap gue langsung ngelepas dasternya dan dibalik itu dia ternyata udah engga pake apa-apa lagi…!!alias bugil…(gile juga yah nyokap gue).

Gue kaget bukan main tetapi berhubung pingin tau juga gue diem aja sambil memperhatikan bentuk tubuh nyokap gue, ternyata body nyokap gue masih dua tingkat diatas body cewek gue. Body nyokap gue kelihatan udah mateng bener, teteknya masih kenceng dengan puting yang tegak menantang. Jembut yang lebat namun ditata dengan rapi berbentuk segitiga sehingga bagi yang melihatnya merupakan suatu pemandangan yang menggiurkan. Tanpa gue sadarin kontol gue udah ngaceng dan berhubung gue cuma pake celana pendek tipis doang maka jelas terlihat. Dan rupanya hal ini disadari oleh Nyokap gue, “Nah kan kamu udah mulai terangsang…jadi kayaknya makin gampang aja nih Jim…?”, kata nyokap gue sambil usaha untuk ngelepasin semua baju gue. “Tapi Mah…nanti apa kata orang…?”, sahut gue sekenanya. “Kan engga ada yang ngeliat Jimmy…dan ngapain juga kita harus kasih tau ke orang-orang…cukup kamu sama Mamah aja…!”, Nyokap gue ngasih penjelasan. Setelah baju sama celana pendek gue lepas maka gue cuma pake celana kolor doang, dan gue lihat Nyokap gue ngasih kode ke gue untuk ngelepasin yang satu itu juga. Tapi gue masih ragu “Kan malu Mah…”, kata gue. “Malu sama siapa sih Jim…kan cuma sama Mamah aja masa sih kamu malu…ya udah Mamah yang lepasin yah…?”, abis bilang gitu nyokap gue ngeplorotin celana dalem gue dan ngelempar ke kolong ranjang.

Setelah CD gue lepas maka kontol gue yag dari tadi udah ngaceng berat langsung nunjuk ke muka nyokap gue. “Wah punya kamu lumayan juga nih…Jim, kayaknya sih sama dengan punya Papah kamu nih…!”, sambil ngomong gitu nyokap gue ngelus-ngelus kontol gue dengan lembut. Perasaan gue saat itu kayaknya gimana…gitu…gue engga tau lagi harus berbuat apa, jadi gue diemin aja sambil mencoba nikmatin apa yang diperbuat nyokap gue. Abis itu nyokap langsung jilat palkon gue yang udah berdenyut-denyut engga karuan, sambil sesekali ngelamot abis batang kontol gue yang lumayan gede. Selang beberapa menit nyokap gue nyuruh gue untuk naik ke ranjang, maka kita berdua segera beranjak dari lantai kamar ke atas ranjang nyokap gue yang empuk dan luas. Nyokap gue langsung ambil posisi celentang dengan kedua pahanya dikangkangin lebar-lebar sambil bilang..,”Jim…coba kamu sini…jilatin tetek Mamah dong…!”. Berhubung gue udah dirasuki oleh birahi yang tinggi ditambah memang seharusnya hari ini gue ngelakuin ini dengan cewek gue sendiri dan acara itu ternyata gagal total, maka gue langsung aja menghampiri tetek nyokap gue yang masih kelihatan kencang dan padat walaupun tidak begitu besar tapi cukup proposional dengan ukuran tubuhnya. Gue lantas ambil inisiatif untuk menjilati bagian putingnya dulu sambil sesekali menggigit gemas (dalam urusan begini gue udah bukan beginer lagi). Usaha ini ternyata menimbulkan rangsangan buat nyokap gue ini terbukti dengan terdengar rintihan nikmat dari mulut nyokap gue, “Shhhhh….uuuhhhh…shhssshhhsss….aduh…Jim…”. Ternyata tetek nyokap gue memang masih kencang dan bertambah kencang setelah gue lamot abis. Setelah puas dengan tetek gue mulai turun ke bagian bawah yaitu ke bagian nonok nyokap gue. Gue mulai dari arah jembut yang berbentuk segitiga terus turun ke arah itilnya yang udah mulai nyembul keluar, semua gue jilat abis sampe engga ada yang kelewat.

Suara nyokap gue yang tadinya cuma rintihan berubah menjadi teriakan, “Aaaahhhh….waaawww…Jim…aduhhhh…Jim…kamu pinter banget sih….ahhhh….shhhhh…!”. “Udah Jim….ahhh..Mamah udah engga tahan nih…!!”, kata nyokap gue lagi. ya udah, abis itu gue bangun dan langsung gue arahin kontol gue ke arah lobang vagina yang udah basah mendekati banjir. Gue masukin pelan-pelan…dan terasa hangat, bleeep…masuk sudah kontol gue ke dalem nonok nyokap gue. Walaupun terasa sedikit agak longgar dibanding punya cewek gue tapi ranggsangan yang gue terima lebih besar dan ini semua menambah nikmat yang tidak ada bandingnya. Pelan-pelan gue maju mundurin kontol gue sesuai dengan gerakan yang dilakukan nyokap gue, makin lama gerakan gue makin cepat dan gue rasain tubuh nyokap gue bergetar hebat sambil kedua tangannya meremas pantat gue kenceng banget. Gue tau kalo nyokap gue udah orgasme dan itu pun ditandai denga erangan hebat…”Aaaaawwww…..ahhhh….Jimmyyyyyy…..aduuuuhhhh….Mamah engga tahan Jim…..aaahhhhhhh……..”, gue ngerasa kontol gue dibanjiri oleh cairan yang membuat makin licin dan kayaknya gue juga udah engga tahan. “Mahhhh….Jimmy udah mau keluar nihhhhh…..ahhh…..,keluarin di dalem apa diluar Mah…..?”, tanya gue. “Udah keluarin di dalem aja Jim…engga apa-apa koq….!”, jawab nyokap sambil ngelus ngelus pantat gue. Dengan cepat gue gesekin kontol gue dan akhirnya muncratlah peju gue di dalem nonok nyokap gue, “Creeet…creeeet…..creeeet….aaaahhhhhhh, Mah enak banget nih….”, ujar gue setelah muncratin peju gue banyak banget. “Iya sayang…Mamah juga enak koq….”, balas nyokap dengan lembut di kuping gue. “Tuh…Jim gampang kan…udah gitu enak lagi!!”, kata nyokap gue setelah kita berdua tidur berdampingan sambil menyeka keringat yang keluar dari tubuh masing masing. “Jimmy makasih banyak yah…sayang…yah…!”, kata nyokap gue sambil mengecup pipi gue lembut banget, abis berkata begitu dia langsung bangun dan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan badan dengan air dari shower. Sambil masih tiduran gue, jadi berpikir apa yang gue lakuin dengan nyokap gue ini bener apa salah…tapi ini semua awalnya kan diluar kehendak gue sendiri jadi akhirnya gue putusin “What the hell lah…”.

Semenjak saat itu gue jadi rutin ngelakuin itu sama nyokap gue dan kita udah bikin jadwal tetap disesuaikan dengan jadwal kepulangan bokap gue, dan itu semua yang ngatur nyokap gue sendiri. Hubungan dengan cewek gue masih berlanjut tapi itu cuma sekedarnya, cuma buat pelampiasan kalo bokap gue pulang dan libido gue lagi tinggi. Yang jelas setelah saat itu gue cuma pingin ngentot sama nyokap gue sendiri karena rasanya lebih nikmat dibanding dengan yang lain. Sekian cerita dari gue, sekarang gue udah berusia 25 taon dan udah kerja di salah satu perusahaan yang bergerak dibidang komputer. Sampai saat ini gue masih suka ngelakuin itu sama nyokap gue cuma frekuensinya udah jarang, itu juga kalo kepingi aja dan lagi malas untuk keluar rumah.

Tamat